Tuesday, November 28, 2006

Orang baik itu.....

Hari Senin 27 November, ada yang berbeda. Kursi-sursi di desk Politik Peristiwa lebih lengang. Nurul dan Aan cuti. Kursi di sebelahku tidak lagi diisi orang baik itu. Jumat minggu lalu, dia sudah pamitan ke seluruh teman-teman redaksi. Dia pindah ke tempat yang lebih baik lagi, dari sisi kesejahteraan tentu saja dan mudah-mudahan dari sisi yang lain-lainnya juga.

Aneh rasanya. Hari ini ketika sudah menyiapkan komputer dan lain-lain, mulutku tidak lagi mengeluarkan pertanyaan, "Sudah ada yang mau laporan Bud?" atau "Ada yang mau laporan lagi?"

Dia teman yang baik. Telinganya akan terbuka lebar-lebar untuk mendengarkan keluhan kita, tangannya siap menolong tanpa pamrih. Orangnya kecil tapi jiwanya besar.

Kita sekarang sudah tidak berkantor bersama lagi. Aneh rasanya. 5 Tahun bersama-sama liputan di lapangan dan 2 tahun bersama-sama dipindahkan ke deks yang sama.

Ada teman yang kesal kenapa aku tidak bisa menahannya lebih lama bersama lagi di tempat ini.

"Bagaimana gue bisa?" tanyaku.
"Lo kan teman baiknya, masak nggak bisa nahan dia," kata temanku.
"Waduh, justru karena dia teman baik gw, gw bisa memahami dan mengerti perasaannya. Biarkan saja, toh dia mendapat yang lebih baik di sana," kilahku.

Dan dia ternyata memang orang baik. Buktinya, saat dia pamitan tidak sedikit yang nangis. Rasanya baru kali ini ada yang pindah kerja diiringi tangisan lebih dari satu orang. Ok kawan, semoga tangisan kita mengiringi kesuksesanmu di tempat yang baru. Ciaoo..........

Wednesday, November 22, 2006

Nggak Tegaan

Pukul 13.30 WIB, Rabu 22 November (resmi banget ya, kayak bikin berita aja), Bunda telepon Syifa di rumah eyang. Kebetulan yang ngangkat telepon Syifa sendiri.

Bunda tanya-tanya seputar sekolah Syifa hari ini, terutama ulangan Bahasa Indonesia-nya. Biasanya dia paling males ngejelasin soal pelajaran. Sudah bisa ditebak, jawabannya pasti singkat dan cepat.

"Bisa, bisa, ulangan BI sama Sains-nya bisa, udah ya Bun," katanya cepat-cepat.

Tapi sebelum menutup telepon, dia sempat cerita (ini pun setengah dipaksa Bunda yang nahan-nahan supaya dia nggak nutup telepon) kalau di sekolah saat pelajaran olahraga jatuh karena tabrakan dengan temannya, Iqbal. Bibir dan pelipisnya dekat mata, katanya, sakit.

Bunda terus tanya soal bekalnya (konsern banget ya soal bekal). Dia bilang, bekalnya hari ini nggak dimakan.

"Aku nggak makan Bun," katanya lirih.
"Lho kenapa," cecar Bunda.
"Abis waktu aku buka bekal, teman aku pada datang, trus minta nuggetnya," tutur Syifa.
"Trus," cecar Bunda lagi.
"Nuggetnya diminta temanku semua, aku kasih aja, jadi aku nggak kebagian," kata dia.
"@!#$%^&*()*&^$@@. Semuanya Mbak," tanya Bunda prihatin.
"Iya, aku mau makan pakai apa kalo begitu," katanya.

Kejadian ini bukan sekali dua kali. Sebelum tahun ajaran dimulai, Bunda sudah beliin Syifa pinsil satu lusin, penghapus 1 lusin, rautan 1/2 lusin dll. Maksudnya persediaan buat setahun atau minimal satu semester.

Tapi apa daya, belum ada 1 bulan, semuanya dah nggak tersisa. "Habisnya temanku senang sama rautanku, ya udah kukasih aja," alasannya.

Lain kali alasannya karena nggak tega sama temannya yang minta barang-barangnya. Dia juga sering ngasih uang jajannya yang dibekalin Rp 1.000 (uang jajannya nggak tiap hari, tapi jarang-jarang) kepada teman-temannya.

Pernah, suatu kali Bunda nungguin dia istirahat. Emang sih, banyak temannya yang ngerubungi dia saat makan dan minta lauknya. Hanya di meja dia aja, teman-temannya yang lain sih 'aman-aman' aja, :-)).

Pernah juga gurunya nyuruh murid-murid bawa makanan 4 sehat 5 sempurna yang akan dimakan bersama saat istirahat. Bunda bekalin buahnya anggur dan lumayan banyak. Bukan apa-apa, anggur kan kecil-kecil, tinggal cuci langsung lep! Nggak perlu dikupas-kupas lagi.

Eh sampai rumah dia bilang begini. "Bunda besok bekal buahnya jangan anggur lagi ya, tadi aku nggak sempat kebagian. Semuanya di makan teman-temanku," katanya dengan mimik :-(.

Hehehehehe. Oke deh, kayaknya Bunda harus nyediain ekstra menu nih buat bekal Syifa.

Helipad Bush...

Entah berapa banyak biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk membangun heliped Bush di Kebun Raya Bogor (KRB). Tak ada satu orang pejabat pun yang bersedia buka mulut. Semua saling lempar tanggung jawab. Dugaanku sih sampai ratusan juta.

Pembangunannya sudah menuai kontroversi. Miris rasanya ngeliat rumput yang hijau royo-royo itu digerus buldozer. Kok bisa-bisanya pemerintah izinin pembangunan heliped Bush di KRB. Buat Bush gitu loh. Apa nggak terlalu dibela-belain.

Sewaktu sudah selesai dibangun, saat uji coba, daun teratai raksasa yang kolamnya tidak jauh dari heliped langsung terbalik semua. Aku sempat ngebayangin, jangan-jangan kalau heli Bush mendarat, pohon-pohon yang dilindungi di sana pada tumbang.

Tanggal 20 November, Bush akhirnya datang juga dengan pesawat Air Force One yang didaratkan di Bandara Halim Perdanakusumah.

Dari Halim, Bush menyambung ke Bogor dengan heli super canggihnya, Blackhawk, dan heli pengawalnya, Chinook.

Heli Bush ternyata nggak mendarat di KRB, tapi di GOR Bogor. Rupanya pembangunan helipad KRB hanya teknik pengalihan intelijen saja.

Aku malas ngebahas soal pertemuan Bush dengan SBY. Aku hanya mempersoalkan helipad yang mubazir itu. Buat apa dibangun kalau tidak digunakan. Nggak aneh kalau sekarang ada usulan pembongkaran dan permintaan ganti rugi atas masalah ini.

"Pemerintah kok ya mau-maunya dibegoin AS. Harusnya yang namanya tamu itu, terima aja apa yang disuguhin tuan rumah apa adanya. Syukur-syukur kalo dia mau bantuin nyuci piring," kata Eyangnya Syifa yang juga kesel banget sama Bush.

Kayaknya pemerintah emang nggak pernah mau belajar.

Gara-gara Bush......

Senin 20 November lalu, kalimat 'gara-gara Bush', banyak berseliweran di kupingku. Aku sendiri ngerasain dampaknya.

Gara-gara Opa Bush itu, aku yang baru pulang dari Jawa Timur Minggu malam, harus berangkat ke kantor lebih pagi. Emang sih nggak ada pemberitahuan. Cuma, nggak enak hati aja. Feelingku, berita pasti bejibun. Jadi harus datang lebih pagi, kasihan teman-teman yang lain.

Dari rumah sih aku sudah pagi, sempat mampir ke rumah eyang dan nyiapin bekal nasi dan ayam goreng buat diantar ke sekolah Syifa sebelum dia istirahat pukul 09.00 WIB.

Pukul 08.20 WIB, motor meninggalkan rumah eyang. Niatnya sih mampir ke sekolah Syifa dulu, nitipin bekalnya sama para guru piket. Eh ternyata kita keasyikan ngobrol sampe lupa mampir ke sekolah Syifa.

Sampe depan Cibubur Junction aku masih sempat beli es susu kacang, glek-glek... segerrrrrr. Susunya kuminum di angkot 121 yang langsung melaju kencang di tol Jagorawi menuju Kampung Rambutan. Pas es susunya sudah habis, aku bingung mau buang plastiknya di mana. Akhirnya kusimpan saja di tas.

Begitu liat isi tas, waksssssssss ... gubrakssssss, bekal Syifa. Ya ampun langsung kebayang tuh anak nggak makan apa-apa di sekolah. Aku buru-buru cari HP mau telp ayah yang mungkin aja masih dekat-dekat sekolah Syifa. Dasar nasib, begitu liat HP, baterainya habis. Huks.. huks .. huks... gimana nih, panik dotcom.

Sampe di terminal Kampung Rambutan aku lirik-lirik orang yang pakai jam. Jam-nya nggak pada sama, ada yang pukul 08.40 WIB, ada yang pukul 08.45 WIB. Aku langsung lari ke wartel, telp ayah. Duh nggak diangkat-angkat, pasti deh dikiranya dari rekanan jadi nggak diangkat, secara nomornya asing begitu.

Makin panik, sementara Syifa nggak bisa nggak harus makan nasi pas istirahat, karena dia belum sarapan dan aku nggak mau dia sakit lagi.

Akhirnya nggak ada jalan lain, aku harus ke sekolahan Syifa. Waduh, mana jalan tol kulihat macet tadi. Trus aku takutnya angkot ngetem dulu. Akhirnya kuputuskan naik angkot sampai jalan baru sambil nyegat taksi. Aku nggak liat ada taksi ngetem di jalan baru, soalnya ada Pak Polisi. Akhirnya aku naik angkot 121 lagi yang kebetulan dilarang ngetem.

Untungnya sopir angkot cekatan, siap ngebut, cuma geregetan aja sama penumpang-penumpang yang mau naik di jalan sebelum masuk tol yang lelet-lelet kayak keong. Semuanya di mataku jadi kaum lambreto. Sampe ada Mbak-mbak yang kudamprat, padahal dia nggak tau apa-apa. Habisnya dia mau naik angkot masih tengok kiri kanan, trus naiknya lamaaaaaaa banget. "Aduh Mbak, bia cepet nggak sih naeknya, biar cepet ni angkot jalannya!" hardikku. Si Mbak, kayaknya syok gitu.

Akhirnya angkot masuk ke jalan tol, wussssssssssssssss, sekitar 10 menit angkot sampai di depan Mc D, Jambore. Pukul 09.05 WIB. Tinggal 15 menit lagi waktu istirahat Syifa habis. Duh aku nggak liat tukang ojek yang biasanya mangkal di situ. Ini pasti gara-gara Bush. Gerombolan pengojek digantikan sepuluhan polisi, anggota TNi dan intel-intel.

Setelah aku tengok kiri kanan, akhirnya aku nemu gerombolan tukang ojek yang 'disembunyiin' di balik tugu Tunas Kelapa. "Ojek Pak.... ojek!" kataku teriak-teriak dari depan pom bensin.

Teketekketek.... satu motor ojek nyamperin aku. Duh, ojeknya bapak-bapak dah tuakk banget. Setua mbahnya Syifa. Aku udah under estimate banget. Akhirnya aku bilang sama dia. "Pak saya lagi buru-buru banget. Tolong anterin saya ke Jalan Putri Tunggal, sekolah At-Taufiq, bapak harus ngebut. Ngebut ya Pak," pintaku.

Si Bapak tanpa tanya ini itu langsung ngegas motornya. Ngebut coyyyyy.... dia juga meliuk-liuk. Duh, sori ya Pak Tua saya sempat meragukan kemampuan bapak.

Begitu sampai sekolah Syifa sekitar pukul 09.10 WIB, lumayan masih ada sisa waktu 10 menit. Pak Tua kupinta nungguin aku, biar aku nggak susah cari ojek lagi.

Aku agak susah mencari Syifa di halaman sekolah. Secara semua pake jilbab, jadi musti ngeh banget. Ternyata di lapangand dia nggak ada.

Aku langsung ngelongok ke jendela kelasnya yang kebetulan menghadap halaman. Aku juga susah menemukan dia diantara gerombolan anak-anak berjilbab di ruangan kelasnya. Akhirnya kutanya aja sama anak laki-laki yang duduk delat jendela.

"Dek.. adek.... lihat Syifa nggak?" tanyaku dengan nafas ngos-ngosan dan keringat ngucur di badan. Nggak ada jawaban, mukanya malah bengong begitu.

Eh pas aku ulangi lagi pertanyaan yang sama, dari gerombolan anak-anak perempuan itu ada yang berbalik dan menuju jendela sambil senyum-senyum. Alhamdullilah, ketemu juga.

"Mbak ke luar ya, ini Bunda bawain bekal, nasi sama ayam goreng," kataku.
"Ah, aku nggak mau makan!" jawab Syifa. Ya... Ampunnnn huks huks huks.
"Begini Mbak Syifa ke luar aja dulu temuin Bunda, Bunda mau cerita," pintaku lagi. Akhirnya Syifa mau juga keluar.
"Mbak makan ya bekalnya. Plis... Ini Bunda udah bela-belain," rayuku.
"Belain apaan sih Bun," katanya cuek.
"Ini Mbak, Bunda kelupaan, bekal Mbak Syifa kebawa di tas Bunda. Bunda udah mau dekat kantor. Udah sampai Kampung Rambutan, jadi dimakan ya," kataku dengan muka disedih-sedihin. Biar dia terharu.
"Tapi aku nggak mau makan Bun. Eh Kampung Rambutan itu apa sih," tanyanya.
"Kampung Rambutan itu terminal, begini ya, jaraknya itu jauh banget dari sini, lewatin jalan tol. Deket kantor Bunda," kataku sok mendramatisir. Padahal masih jauh juga dari kantor.
"Trus..," tanya Syifa.
"Iya, ini Bunda akhirnya balik lagi, padahal jaraknya jauh banget. Nah sekarang Mbak lihat deh tukang ojek itu (aku sambil tunjuk-tunjuk gitu). Bapak itu sengaja disuruh nunggu sama Bunda, biar Bunda cepet sampai sini," ceritaku.
"Ya udah, nggg... nggg (gelagat minta jajan)," katanya senyam senyum.
"Mbak Syifa mau apa?" tanyaku.
"Mau beli Bun," katanya.

Akhirnya di warung Pak Haji, Syifa milih sukro yang harganya gopek. Buat lauk pake nasi juga, kata dia.

Lega... akhirnya aku ajak Pak Tua balik lagi ke Cibubur. Untung di depan POKKI ada deretan taksi Putra. Wuss.. wuss.. wuss, akhirnya jam 09.50 menit, aku sampai di kantor.

Duh, gara-gara Bush nih. Pas aku lihat indeks berita, ternyata penderitaan banyak orang gara-gara si Bush bukan main banyaknya. Ada yang nggak bisa jualan, ada yang kayak dipenjara di rumahnya, pokoknya banyak deh.

Ternyata Bush, lo banyak bikin sengsara orang! Huh!

Wednesday, November 15, 2006

Artikel Teladan

Dulu, sudah lebih setahunan gitu deh, dua tahun kali, aku pernah dikirimi imel tentang artikel ini dari seorang teman.

Eh, pas kemarin browsing-browsing di google bantuin Yeye, mantan anak Tempo yang sekarang gawe di Bank Bumiputera, mencari alamat tempat penitipan anak, aku menemukan artikel ini lagi di situs Nursyifa.hypermart.net.

Artikelnya sangat sedih dan menyentuh. Aku kopiinnya ya, sekalian minta izin sama pengelola situs pengobatan terapi Nursyifa. Ini artikelnya:

Mandikan Aku Bunda

Saya ingin bertutur tentang seorang sahabat saya. Sebut saja Rani namanya. Semasa kuliah ia tergolong berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak awal, sikap dan konsep dirinya sudah jelas : meraih yang terbaik, baik itu dalam bidang akademis maupun bidang profesi yang akan digelutinya.

Ketika Universitas mengirim kami untuk mempelajari Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, di negerinya bunga tulip, beruntung Rani terus melangkah. Sementara saya, lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran dan berpisah dengan seluk beluk hukum dan perundangan.

Beruntung pula, Rani mendapat pendamping yang "setara" dengan dirinya, sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. Alifya, buah cinta mereka lahir ketika Rani baru saja diangkat sebagai staf Diplomat bertepatan dengan tuntasnya suami Rani meraih PhD. Konon nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah "alif" dan huruf terakhir "ya", jadilah nama yang enak didengar : Alifya.

Tentunya filosofi yang mendasari pemilihan nama ini seindah namanya pula. Ketika Alif, panggilan untuk puteranya itu berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila saja. Frekuensi terbang dari satu kota ke kota lain dan dari satu negara ke negara lain makin meninggi.

Saya pernah bertanya , " Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal ?" Dengan sigap Rani menjawab : " Saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Everything is ok." n itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya walaupun lebih banyak dilimpahkan ke baby sitter betul-betul mengagumkan. Alif tumbuh menjadi anak yang lincah, cerdas dan pengertian.

Kakek neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu tentang ibu-bapaknya. "Contohlah ayah-bunda Alif kalau Alif besar nanti." Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani bertutur disela-sela dongeng menjelang tidurnya. Tidak salah memang. Siapa yang tidak ingin memiliki anak atau cucu yang berhasil dalam bidang akademis dan pekerjaannya.

Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau Alif minta adik. Waktu itu Ia dan suaminya menjelaskan dengan penuh kasih-sayang bahwa kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini "DAPAT MEMAHAMI" orang tuanya. Mengagumkan memang. Alif bukan tipe anak yang suka merengek. Kalau kedua orang tuanya pulang larut, ia jarang sekali ngambek.

Kisah Rani, Alif selalu menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Rani bahkan menyebutnya malaikat kecil. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orang tua sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam hati kecil saya menginginkan anak seperti Alif.

Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby-sitternya. "ALIF INGIN BUNDA MANDIKAN." Ujarnya. Karuan saja Rani yang dari detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, menjadi gusar. Tak urung suaminya turut membujuk agar Alif mau mandi dengan tante Mien, baby-sitternya.

Persitiwa ini berulang sampai hampir sepekan, "BUNDA, MANDIKAN ALIF" begitu setiap pagi. Rani dan suaminya berpikir, mungkin karena Alif sedang dalam masa peralihan ke masa sekolah jadinya agak minta perhatian.

Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. "Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency". Setengah terbang, saya pun ngebut ke UGD. But it was too late. Allah SWT sudah punya rencana lain. Alif, si Malaikat kecil keburu dipanggil pemiliknya.

Rani, bundanya tercinta, yang ketika diberi tahu sedang meresmikan kantor barunya, shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya.

Dan itu memang ia lakukan, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. " INI BUNDA LIF, BUNDA MANDIKAN ALIF " Ucapnya lirih, namun teramat pedih. Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu berkata, " INI SUDAH TAKDIR, IYA KAN ? Aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, dia pergi juga kan ?". Saya diam saja mendengarkan.

"INI KONSEKUENSI SEBUAH PILIHAN." lanjutnya lagi, tetap tegar dan kuat. Hening sejenak. Angin senja berbaur aroma bunga kamboja.

Tiba-tiba Rani tertunduk. "Aku ibunya ............................!" serunya kemudian, "BANGUNLAH LIF, BUNDA MAU MANDIKAN ALIF. BERI KESEMPATAN BUNDA SEKALI SAJA LIF". Rintihan itu begitu menyayat. Detik berikutnya ia bersimpuh sambil mengais-ngais tanah merah. Air mata kesedihan menyirami pusara Alif, putra satu-satunya. (Nasi telah jadi bubur, yang berlalu tak pernah kembali lagi, penyesalan selalu datang terlambat)


Artikelnya sangat menyentuh. Aku selalu menjadikan kisah ini sebagai kisah teladan sejak pertama kali aku membacanya dua tahunan lalu.

Dan percaya nggak, setiap aku kecapean dan Syifa-sarah minta ini itu, dan waktunya memungkinkan kuupayain memenuhinya. Aku selalu teringat kisah ini. Aku nggak mau menyesal di kemudian hari.

Monday, November 13, 2006

Tipe yang Mana Buah Hati Anda? (2)

Ini lanjutan artikel yang ada di Tabloid Nova edisi 13-19 November

*****
Ketiga, tipe Interpersonal. Anak-anak dengan tipe ini biasanya ingin dihargai dan dipercaya. Katanya, mereka sangat perseptif dan menuntut kejujuran dari suatu komunikasi. Mereka bersifat pendamai. Mereka akan sangat khawatir jika ada keributan di dalam keluarga. Mereka tidak nyaman dalam keluarga yang tidak harmonis. Mereka biasanya pemalu dan menyukai hubungan yang aman. Mereka tidak mudah menyesuaikan diri.

Cara menghadapinya, anak-anak dengan kategori ini memberi respons yang baik terhadap komunikasi yang penuh persahabatan dan tanpa ancaman. Mereka pendengar dan pengamat yang baik. Karena itu, pemberian contoh yang baik adalah kuncinya. Anak-anak dengan tipe ini lebih senang dengan pembagian tugas berdasarkan tingkatan agar mereka dengan mudah memperhatikan tingkat keberhasilannya.

Jika masalah yang sulit diberikan terlebih dahulu, anak-anak ini akan kewalahan dan tidak mau menyelesaikannya. Mereka akan sangat bangga jika dihargai ortunya.

Setelah dianalisa, eng ... ing... eng....
saya pikir kok Syifa masuk tipe ini juga ya. Anak ini paling kesel kalo dihadapi dengan hal-hal yang sulit. Langsung down. Dan diam-diam suka memperhatikan sekitar. Pernah suatu kali dia tanya gini.

"Kok Bunda sama ayah setiap hari bertengkar sih?" katanya enteng. Hah! Malu juga dibilang begitu. Padahal aslinya nggak berantem, hanya aja kita suka kasih argumen sambil nyolot heheheh (ini mah Bunda, Ayah kan orangnya nyante).

"Nggak kok Mbak, itu bukan berantem. Bunda sama Ayah hanya beda pendapat, trus kita mempertahankan pendapat masing-masing. Itu mah nggak apa-apa, biasa aja bukan berantem," kata Bunda.


*****
Keempat, Tipe Afektif. Anak-anak yang termasuk dalam kategori ini biasanya sangat kreatif dan artistik. Jika dewasa mereka sering disebut pemimpi atau pengkhayal. Mereka belajar segala sesuatu dari praktik dan sebelum mengambil keputusan, mereka harus benar-benar mengerti masalah.

Mereka mudah hidup di dunia yang penuh ide dan tertarik pada segala sesuatu yang kreatif, and bla... bla.. blaa...

Cara menghadapinya, anak-anak dengan kategori ini memberikan respons afektif, percakapan, dan perhatian yang sifatnya pribadi. Beri kesempatan pada mereka untuk kreatif dan dukung mereka ikut dalam kelompok drama, dan kegiatan lainnya.

Wah, setelah dianalisa hehehe, tipe ini cucok banget untuk Sarah. Sarah anaknya kreatif, selalu nggak bisa diem. Suka banget gambar orang, orang sedang dansa, orang sedang pegang balon (ini gambar favoritnya), dll.

Sarah juga senang menempel segala sesuatu di dinding. Dinding kamar penuh dengan tempelan dan coretan Sarah dan Syifa. Kadang-kadang idenya nyeleneh tapi unik. Misalnya, kardus sepatu yang satu sisinya dikasih lem semua, trus ditempel di tembok. Idenya orisinil. Di sekolah dia juga lebih seneng main dengan balok-balok lego. Saya pernah ngintip, dia lagi asyik main sama seember lego di sekolah. Di rumah, lego beberapa buah pun bisa dibikin sesuatu sama dia. Bravo Sarah!

Tapi, Syifa dan Sarah kan masih kecil ya, siapa tahu aja tipenya berubah. Ya, apapun tipenya asal segala sesuatunya positif, nggak masalah. Iya kan Yah? Ayah.... halllow Ayah!

Tipe yang Mana Buah Hati Anda? (1)

Itu judul artikel di Tabloid Nova yang menggelitik rasa ingin tahu saya. Waduh penasaran nih ingin tahu tipe Syifa dan Sarah kayak apa. Selain tipe, dijelasin juga cara-cara menghadapinya.

Ada 4 tipe yang dibeberin di artikel itu. Inti sarinya sih begini ni.

****
Pertama, tipe perangai. Anak tipe ini, katanya, memerlukan kebebasan dalam mengekspresikan diri sendiri. Biasanya mereka tegas, keras, produktif, kompetitif, terkesan tidak berperasaan, dan penuh percaya diri. Trus bla.. bla.. bla...

Cara menghadapinya, pendekatan komunikasi yang dilakukan ortu tidak boleh terlalu melibatkan perasaan dan menghakimi. Dan trus-trus dan trus...

Tipe ini setelah dibaca, kayaknya harus dilewati. Syifa dan Sarah, setelah dikaji dan dianalisa tidak termasuk tipe ini. Meski mereka ekspresif, dua-duanya masih punya perasaan.

*****
Kedua, tipe kongnitif. Anak tipe ini, tulis artikel itu, memerlukan penegasan dan pengertian. Mereka tipe pemikir yang senang menelusuri permasalahan, menghargai pendekatan, rasa hormat dan hubungan baik. Anak-anak ini mengerti dengan baik perintah dan mengagumi keahlian serta pengetahuan. Mereka teroganisir dan mengarah ke perfeksionis. Karena bakat mereka sering berhubungan dengan angka dan matematika.

Cara menghadapinya, hubungan ortu dan anak dengan tipe ini akan terjalin dengan baik bila ortu memperhatikan bahwa mereka menghargai anak-anak atas apa yang telah dilakukan dengan baik. Pada dasarnya anak tipe ini tidak terlalu kompetitif, bisa jadi tidak ada respon atas hadiah atau pun permainan. Bila tugas yang diberikan kepada mereka tidak selesai, ortu tidak perlu berargumentasi.

Setelah dikaji dan dianalisa, Syifa kayaknya cocok dengan tipe ini. Syifa punya bakat di bidang matematika. Umur 4 tahun, dia sudah bisa menulis soal matematika sendiri, menjawabnya sendiri dan memeriksanya sendiri. Nggak tanggung-tanggung bisa sampai 20 soal, dan nggak ada puasnya. Biasanya setelah dilihat lagi, jawabannya memang nggak ada yang salah.

Berarti tinggal Sarah.

To be Continue....

Sekolah dan Kerja

Dua pertanyaan itu nggak pernah absen ditanyakan Syifa dan Sarah. "Bun, adek eh Syyarah (Sarah susah ngomong yang ada huruf S-nya), cetolah (sekolah)?" tanya Sarah.

Pertanyaan ini bakal ditanyain terus setiap hari dan berulang-ulang. Meski mengerti urutan hari, Sarah yang 4 tahun masih agak kesulitan mengerti tentang konsep hari, kapan dia harus sekolah dan kapan dia libur.

Sarah sendiri sekolah hanya 5 hari, Senin-Jumat. Sabtu-Minggu praktis dia libur. Nah, kalo Senin-Jumat sih gampang jawabnya. Tinggal bilang, "Iya adek (sarah sebetulnya udah keberatan dipanggil adek, dia bakal meralat. Sarah!) sekolah." Beres deh.

"Hore adek eh Syyyarah sekolah." Tapi kadang semangat Sarah ini nggak diimbangi kiprahnya kalo di sekolahan. Miss Dina (yang suka disebutnya Miss Kurus) dan Miss Dina (alias Miss Endut kayak Bunda), bilang Sarah suka diem aja kalo disuruh menceritakan tentang dirinya. Misalnya, hobi dia atau yang lainnya.

"Hobi itu apa Bun?" tanyanya. "Sesuatu yang paling Sarah senengin," jawab Bunda.

"Apaan Bun?" katanya nggak mudeng. "Misalnya, sarah suka apa, makan, baca atau main." "Main Bun, Syyarah suka main," katanya. Waksssssssss, salah ngasih contoh.

Sarah bisa terus ngulang pertanyaan soal sekolah ini di hari Sabtu or Minggu. "Syyarah sekolah?" katanya. "Nggak sarah Libur," jawab Bunda. "Asyikk, adek libur," katanya.

Kalo kakaknya nggak masuk karena sakit, Sarah yang bakal protes. "Mbak Syyyifa kok nggak tetolah, adek kok tetolah?" begitu protesnya.

Puas nanya soal sekolah, biasanya Sarah dan Syifa nanya soal kerja, apa Ayah sama Bunda kerja hari ini. Pernyataan soal kerja ini sesering pertanyaan soal sekolah. Pun ditanyain setiap hari, termasuk Sabtu dan Minggu.

"Bunda kerja?" tanya Sarah. "Iya Bun, Bunda kerja?" imbuh Syifa. "Iya, ini kan hari Senin, Bunda harus kerja," jawab Bunda.

"Ayah?" tanya mereka berbarengan. "Juga kerja, Ntar siapa yang harus bayar uang sekolah Syifa sama sarah," jawab Ayah.

"Ya... Bunda nggak boleh kerja. Ayah nggak boleh kerja." Bla.. bla.. bla....

Mungkin setiap anak yang ortunya kerja akan melontarkan pertanyaan-pertanyaan seperti itu ya. Mudah-mudahan seiring usia, duakurcacicilikku ini bakal mengerti ya.

"Bunda kerja?" %&(&&^^^^^^^%%$#$@@@@$

Selalu Nggak Enak

Syifa dan Sarah punya penciuman maha dasyat, tapi mungkin semua anak-anak begitu ya.

Setiap nyium bau-bau yang rada menyengat, Syifa (terutama), selalu huekk... huekk. Yang nyebelin kalo pas saya sedang masak. Mondar-mandir bilang Bunda bau, hehehehe, mulai dari bau kecut sampe bau bawang putih. Semua langsung kabur kalo dideketin.

Udah gitu, masakan yang dimasak sering kali dibilang nggak enak. Malah kayaknya selalu dibilang nggak enak, bukan sering lagi.

"Masak apa Bun?", begitu pertanyaan Syifa setiap ke dapur.
"Masak sayur sop."
"Ah pasti nggak enak masakan Bunda, aku nggak mau makan!" $%#*)$#@*

Lain kali dia masuk ke dapur lagi, dan nanya lagi.
"Masak apa Bun?"
"Masak semur kentang pake telur."
"Waks! Dari baunya aja udah nggak enak."
"Ya udah, kao gitu Syifa nggak usah makan aja."
"Emang!" sambil balik badan.

Lain kalinya lagi, again and again dia nanya terus, masak apa Bun? dan setelah dijawab dia selalu bilang, masakan Bunda nggak enak. Dan, Bunda juga nggak mau kalah, selalu jawab itu lagi, itu lagi. "Kalo gitu Syifa nggak usah makan."

Tapi nggak enaknya Syifa hanya di situ aja. Begitu saya nyuapin adiknya, Sarah, dia mulai lirik-lirik tapi masih jual mahal. "Ayo Mbak makan, liat nih adek aja doyan," rayu saya.

"Nggak!" katanya dengan mulut penuh dot. Ssssttttttttt! Biar udah kelas 1 SD, Syifa masih ngedot loh, jangan bilang siapa-siapa ya.

"Coba sekali aja, ya.. ya.. ya," kata saya lagi. "Iya deh, satu kali aja loh," katanya sambil mangap.

Dan begitu suapan pertama, dia akan minta dan minta lagi, sampe tandas. "Tambah lagi ya Bun," pintanya.

"Loh, katanya nggak enak," kata saya.
"Nggak, nggak. Enak kok, enak kok, masakan Bunda enak banget, enak banget," katanya.

Dan...... kejadian kayak ini nyaris setiap hari (kalo Bundanya ada di rumah).

"Tuh kan Mbak, emang enak kan...," kata Sarah. Nyam.. nyam.. nyam...abis dua piring :-)

Saturday, November 11, 2006

Hallowwwww... di sini Untung

Janji bisa pulang dari kantor Sabtu 11 November ini lebih cepat sama Syifa dan Sarah nggak kesampaian. Bom yang diledakkan di Restoran A&W, Kramatjati Indah Plaza (tempat nongkrongku zaman SMA dulu) memaku kakiku di kantor.

Kalo ada yang meledak-meledak gini, yang di kantor memang harus stand by. Harus running berita abis-abisan, sikat terussssss, jangan kasih kesempatan koran besok pagi.

Untungnya, Sabtu pagi, aku sempat bawa Syifa ke dokter. Badannya panas lagi. Kukira tifusnya kambuh. Eh ternyata, amandelnya kumat. Kata ayah sih, obatnya manjur banget.

Ada kejadian lucu di sela-sela hebohnya ngegarap running berita bom A&W. Irna, yang notabene bertaun-taun meliput berita ekonomi diminta bantuannya, karena aku dan Shinta agak kewalahan.

Shinta minta bantuan Irna nelpon Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol I Ketut Untung Yoga Ana. Shinta dengan santai bilang, "Ir, tolong telepon Untung ya. Tanyain perkembangannya."

Irna ternyata nggak tau siapa Untung. Kita-kita juga nggak ngasih tau, dikiranya Irna tau jabatan Untung.

Eh, si Irna ngirain Untung reporter baru, wakakakakakakasks........ Perkiraan dia, dia nggak dikasih tau jabatannya, trus Untung punya dua nomor Telkomsel dan Frens. Kebetulan di kantor sebagian besar reporter dibekali HP Frens. Yaud dengan santenya Irna telepon si Kabid Humas itu.

Berkali-kali ditelp Untung nggak ngangkat-ngangkat. Setelah berkali-kali di telepon, Untung akhirnya ngangkat.

Dengan style yakin gitu Irna ngebentak-bentak Untung. Apalagi si Untung waktu di telepon nyapanya rada-rada gimana gitu, "Hallloooowwww?"

Irna pikir sepa' banget ni anak baru. Dengan nada tinggi, Irna langsung teriak, "Untung! katanya lo mau laporan."
"Laporan? Laporan apa?"
"Ya, laporan, lo mau laporan apaan!" Masih dengan nada kesal.
"Laporan?"
"Iya, laporan. Lo di mana sekarang?" tanya Irna.
"Di kantor."
Wakssssssssssss Irna langsung celingak celinguk, buru-buru dia tutup telepon.
Trus, "Shin.. Shinta, Untung itu siapa sih sebetulnya?
"Ooooo itu Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol tuh."

Muka Irna langsung pucet, "Lo kok nggak ngasih tau sih!" Aku ma Shinta langsung kaget. "Emang kenapa Ir," tanyaku.
"Dia barusan gw bentak-bentak."
Hahahahahahahahhaha, hore... kita tepuk tangan, hebat-hebat, Irna bentak-bentak Kombes Pol. Hihihihi, Untung aku rasa bingung berat tuh ada cewek yang ngebentakin dia. Hehehehehehehe

Pas nonton Headline News-nya Metro TV di kantor jam 20.00 WIB, ditayangin wajah Untung lagi diwawancara temen-temen. Hihihihi, ini toh tampangnya Untung. Soalnya meski nyaris tiap hari terima laporan teman yang ngepos di Polda yang ngelaporin statement dari Untung, aku juga baru kali ini liat tampangnya.

Thursday, November 09, 2006

Sarah Oh... Sarah...

Biar usianya udah 4 tahun, Sarah tuh kalo mau apa-apa kadang suka nggak bilang-bilang. Yang paling parah kalo pas mau pipis or puppy. Wakssss suka bikin kesel. Padahal udah dibilangin, "Adek kalo mau pipis bilang ya. Jangan ngompol lagi." Dia sih ngangguk-ngangguk aja, tapi prakteknya jauh banget.

Minggu kemaren, Miss-nya nulis si buku report daily Sarah, kalo Sarah pipis di kelas. Ya ampunnnnnnn, malu banget ni bacanya. Sampe baju dan yang udah pasti, celananya, basah. Akhirnya Sarah dipinjemin baju stok sekolah.

Pas ditelepon, Miss-nya bilang, Sarah kayaknya keasyikan main dan nggak berani bilang. "Tapi dia juga kayaknya malu diketawain teman-temannya, Bu." Duh kesel bin kasian. Udah deh abis itu, Bunda bilangin ma Sarah jangan begitu lagi. Sambil mukanya malu gitu, Sarah ngangguk-ngangguk.

Bunda trus kepikiran mau bawa Sarah ke tukang urut anak. Baru ngomong-ngomong sama Ayah, eh Sarah denger. Sambil ketakutan gitu, dia nangis nggak mau dibawa ke tukang urut.

Rencana ke tukang urut akhirnya terlupakan sampe kemaren. Kemaren, waktu pulang kerja, pas buka tas Sarah, ternyata ada baju dan celana basah di kantor plastik. Hah! Sarah ngompol lagi di kelas. Duh, mau pingsan rasanya.

Sarah yang ditanyain malah nutupin mukanya, nggak mau ngeliat Bunda. Malu bangetttttt kayaknya. Penasaran, tadi pagi Bunda telepon ke sekolah Sarah. Setelah minta maaf, Bunda tanya soal kasus itu, Miss-nya bilang, Sarah ngompol waktu sedang belajar. Teman-temannya langsung ngeledekin, dan nggak mau duduk deket Sarah. Kebayang deh reaksi Sarah yang diledekin bau pesing. "Sarah nunduk aja Bu."

Pantesan aja mukanya waktu ditanyain BUnda ditutupin pake tangan. Kayaknya malunya Sarah nyangkut banget di hatinya. Kata Eyang, waktu tidur siang Sarah ngigau sambil nangis dua kali. "Mungkin dia dimarahin gurunya Mbak," kata Eyang. Duh kasiannya anak Bunda. Kayaknya rencana urut bakal dilanjutin ni. Sori ya sayang...

Surat....

Ngasih tau atau nasihati anak kecil itu susah-susah gampang. Bukannya didengerin, yang ada pada balik badan semua. Pake tutup kuping pula. Gw barangkali ibu paling cerewet sedunia. Saran para psikolog bahwa jangan sering-sering bilang 'nggak boleh' sama anak sering banget gw langgar.

Setiap ada kesempatan berduaan atau bertigaan sama my kurcaci, pasti deh diselipin nasihat ini itu. Syifa udah bisa baca kalo Bundanya mulai ngomong maniz yang kelewatan, dia agak-agak males nanggapinnya.

Kayak waktu itu, karena libur puasa dan Lebaran kemarin dia banyak nonton kartun. Jelas, Bunda keberatan. Pas di rumah eyang, Bunda manggil Syifa, sengaja di kamar, biar nggak ada yang denger.

"Syifa... syifa... sini deh." Waktu itu Bunda menggilnya dengan suara yang dimerdu-merduin.

"Apa Bun (sambil teriak)."

"Sini, Bunda punya sesuatu."

"Sesuatu apaan?"

"Ya, sini dong. Pokoknya ada deh."

Kedengeran suara kaki gedebak-gedebuk. Brakk, pintu dibuka. "Apaan sih Bun?" Penasaran banget kayaknya dia.

"Sini duduk deket Bunda, Bunda mau cerita." Mukanya langsung curiga, sambil kakinya siap mau kabur lagi.

"Fa..." (blpspspepeffffftsb,,, belum sempet ngomong) langsung dipotongnya. "Ah paling-paling mau diomong-omongin (nasihati), aku males, nggak mau denger." Dia langsung lari sambil nutup kuping.

TRus kalo pas mau tidur, liat Bunda udah serius, dia buru-buru bilang, "Ngantuk banget nih aku." Yaaaaaaa, gagal lagi.

Akhirnya terbersit buat ngirim surat ke Syifa, kali aja manjur. Pas kerjaan di kantor dah selesai, Bunda ambil notes kecil, sret.. sret.. sret... Bunda nulis yang bagus-bagus tentang Syifa. Pake gambar Syifa dan Bunda yang keriting. Nggak lupa nasihat-nasihat. Eh ternyata beneran manjur loh.

Dia seneng banget. Dia baca, eh abis itu dia langsung bilang ada PR Qiroati dan Bahasa Indonesia. Langsung dia samber tas, trus ngerjain sambil senyum-senyum gitu, semangat banget deh pokoknya.

Eyangnya nanya. "Emang ada PR Mbak? Perasaan tadi bilangnya nggak ada PR." Muka eyang masih bingung gitu.

Wah suratnya dipegang-pegang terus. "Bun, aku bawa ke sekolah ya. Aku mau tunjukin sama teman-temen aku. Tapi Bunda jangan minta balesan, aku nggak punya amplopnya." #@%&$&*^)(@!%&&&#@

Nggak hanya Syifa, Sarah yang lagi giat-giatnya belajar juga Bunda kirimin surat. Karena Sarah, belum bisa baca, surat dibacain kakaknya. Dia seneng banget sampe dibawa-bawa tidur, disimpan di bawah bantalnya.

Tengah malem, jam 2-an gitu, dia teriak-teriak, "Bun... bunda....mana surat adek, mana amplop adek." Tangannya ngeraba-raba kasur gitu, sambil matanya masih 5 watt. Oalah Sarah... Sarah... Ntar deh Bunda kirimin surat lagi.

Profil dua kurcaci cilik

Syifa Putri Naomi
Umur Syifa sebetulnya nggak persis 5,5 tahun. Umur dia tepatnya 5 tahun 10 bulan. Putri sulungku ini punya adik lagi sewaktu umurnya baru 1,5 tahun.

Syifa berambut ikal, kulit kuning kayak ayahnya, pokoknya semua-semuanya lebih mirip ke si ayah. Cuma badannya aja yang nggak mirip. Secara ayahnya kurus banget, tinggi 173 cm dan berat badan paling banter 56 kg, sementara banyak yang bilang Syifa gemuk kayak bundanya :)) (jadi malu).

Anaknya kalo di rumah cerewet abis, tanya ini itu, tapi kalo di luaran irit omong, jadi anak maniz banget.

Syifa cenderung perfeksionis, tapi juga terkesan rapuh. Tapi anak ini tekadnya seperti baja, turunan bundanya kali ya (ke-geer-an neh). Tekun sama yang dikerjakan, tapi kalo salah sedikit langsung putus asa. PR buat bunda nih, biar dia nggak begitu terus sampe gede.

Seumur ini Syifa dah 3 kali masuk rumah sakit. Pertama kali masuk rumah sakit April 2004, percernaannya kena virus. Dirawat 4 hari di RSUD Pasar Rebo, tempatnya lahir. Berdua-duaan dirawat di sana sama adiknya, Sarah.

4 Bulan setelah itu, Syifa masuk rumah sakit lagi. Kali ini kena radang usus buntu. Umurnya waktu itu 4 tahun. Jelas gw terkaget-kaget anak sekecil itu bisa kena usus buntu. Secara yang gw tau, klasik banget, usus buntu karena kebanyakan makan cabe. Perasaan Syifa nggak pernah makan pedes.

Ternyata, penyebab usus buntu nggak hanya itu. Setelah minta penjelasan dokter bedah di RS Tumbuh Kembang, Cimanggis, ternyata usus buntu bisa terjadi akibat pengkristalan enzim di usus. Diliat dari gejala Syifa, bisa jadi karena sebelumnya pencernaannya pernah kena virus.

Berhubung nggak pede ngoperasi Syifa di RS Tumbuh Kembang, gw and my hubby, cari second opinion ke dokter langganan Syifa di RSUD Pasar Rebo, dr Laksmi. Misua bawa-bawa hasil rontgen Syifa, sementara pihak RS Tumbuh Kembang, tempat Syifa dirawat, nungguin kabar soal kepastian operasi Syifa.

Setelah dapat second opinion, dan setelah kita berembuk, akhirnya kita putusin bawa Syifa ke RSUD Pasar Rebo. Syifa dioperasi di rumah sakit ini dengan rekomendasi dokternya. Perawat di ruang Dahlia geleng-geleng kepala liat Syifa lagi.

Syifa masuk rumah sakit lagi, pas Juni-Juli 2006, karena diserang demam berdarah. Kasian dia, sampe pendarahan di lambung, maafin Bunda ya say, kalo saat itu tipus nggak menyerang Bunda, kejadiannya mungkin nggak seperti itu.

Syifa masuk ruang ICU RS Harapan Bunda, karena di RSUD Pasar Rebo ruang ICU-nya penuh. Kondisinya saat ituudah kritis banget, muntah darah dan mimisan. Dia kena DSS, DBD yang paling parah, udah akut. Tapi Allah masih mengizinkan aku merawatnya. Ya Allah terima kasih. Setelah 12 hari diopname Syifa diperbolehkan pulang. Syifa kini duduk di kelas I SDIT At-Taufiq, Cimanggis-Depok.


Sarah Putri Maharani
Sarah umurnya 4 tahun 2 bulan, sori bukan 4 tahun 8 bulan (gimana sih ni bundanya, umur anak kok lupa). Bungsuku ini, kata orang-orang sih gw banget. Plek, plek, plek, mukanya, bodinya maupun sifatnya. Kata kakak gw, kalo liat aksi Sarah, jadi inget gw waktu kecil dulu.

Rambutnya ikal, ini aja yang beda sama gw yang rambutnya asli keriting. Kulitnya agak gelap, cutek dan cuek abis.

Sarah anaknya sensitif banget, keras kepala, ngeyelan, tapi punya rasa welas asih yang tinggi dan care sama orang lain. Punya bakat besar di bidang seni. Dari kecil udah senang corat coret. Hmmm kalo bikin gambar Bunda persis banget, rambutnya curly gitu.

Sama seperti kakaknya Sarah juga pernah dirawat di rumah sakit. Waktu itu sama seperti Syifa dia kena virus di pencernaannya. Selebihnya, badannya tahan banting, suka sama obat-obatan tradisional seperti perasan kencur campur madu. "Enak banget Bun, adek suka!"

Sekarang Sarah duduk di TK A ABC Kids, sekolah tempat kakaknya dulu. Anaknya rame kayak kakaknya. Tapi kalo di sekolahan Miss-nya bilang dia malu, disuruh ngapa-ngapain susah. Waksss

Sarah lagi senang menjajal kemampuannya di bidang tendangan dan pukulan. Anaknya iseng banget, ujug-ujug suka nendang, suka mukul, lempar-lempar apaan aja. Seumuran Sarah dulu, Syifa juga begini. Mudah-mudahan nggak berlangsung lama. Kasian eyangnya, jadi korban 'keganasan' dia terus.

Tukang Lupa

Gw berkali-kali bikin blog buat dua kurcaci cilik gw, Syifa Putri Naomi, 5,5 tahun dan Sarah Putri Maharani, 4,8 tahun. Sayang karena jarang up date, tiga blog nggak bisa diakses lagi. Soalnya, gw juga lupa sama passwordnya, hihihi garing ya.

Nama blog-blog itu nggak jauh-jauh dari kurcaci cilik, tapi bikinnya di blogspot atau blogdrive juga lupa, parah banget deh memori gw. Akhirnya, gw putusin bikin blog baru lagi, dan gw catat banget nama blognya, passwordnya dll di buku kecil yang biasa buat nyatet utang piutang gw hehehe.

Soalnya, secara gw suka belagu, pasti inget... pasti inget... gampang ini nama sama blognya. Tapi kenyataannya, gw selalu lupa terus. Kalo temen-temen nanya nama blog, gw selalu senyum-senyum. Wah, rahasia banget sih! kata mereka. Sori friend, bukan sok rahasia, tapi benar-benar lupa. Bagaimana mau ngasih tau nama blog ane, kalo ane sendiri lupa. Cucian basah deh (baca, kasian deh lo, sambil meliuk-liuk :))

Nah, kali ini gw nggak mau lupa-lupa lagi. Cerita berseri tentang dua gadis cilik gw ini sebisa mungkin akan gw rekam dalam tulisan-tulisan dalam blog ini. I love you girls.