Friday, February 23, 2007

Sarah dan Kipas Angin


Sarah paling nggak bisa tidur tanpa kipas angin. Mau musim panas kek, mau musim hujan kek, gak pengaruh. Tidur wajib di depan kipas angin.

Sebagai ibu, sebetulnya saya tahu efek buruk kipas angin, apalagi setiap malam, kipas angin harus manteng di depannya, belok sedikit aja, dia bangun dan ngebetulin lagi.

Saya khawatir Sarah masuk angin dan sebagainya. Setiap malam dengan ayahnya, saya gantian membaluri badannya dengan minyak kayu putih. Pelan-pelan banget nyentuhnya. Soalnya dia bakal protes keras kalau tahu dikasih minyak kayu putih.

Selama 'berdampingan' dengan kipas anginnya itu, kulit Sarah memang seperti kebal. Jarang sakit. Hanya doyan kentut aja di setiap tempat dan setiap saat. Biasanya kalau habis kentut, dia bakal senyum-senyum sendiri, terus bikin pengumuman, "Sarah kentut, bunyinya dhuutttttt!"

Kalau bunyi kentutnya kenceng, dia nggak senyum-senyum lagi, tapi ketawa terpingkal-pingkal. Saya suka kesel, takut dia kebiasaan sampai besar. Tapi ayahnya selalu bilang, "Bun buah itu jatuh nggak jauh dari pohonnya." Waksssss, bukan Bunda kan Yah yang dimaksud. :-)

Nah, dua hari ini kipas angin di rumah rusak. Rabu malam, saya tiba-tiab terbangun denger suara gak jelas gitu. Sewaktu dicek ternyata suara kipas angin yang nggak muter. Auch! begitu dipegang mesinnya ternyata panas banget. Langsung stop kontak dimatiin, dan besoknya bikin pengumuman "Jangan nyalain kipas angin!"

Sarah yang sudah tidak terpisahkan dengan kipas anginnya jelas kelimpungan. Dua malam ini dia tidur gelisah, balik sana, balik sini. Saya disuruh ngipasin pakai kipas bambu dan nggak boleh tidur sampai dia dan kakaknya, Syifa, pulas. Kayak kerja lembur deh, setiap dia bangun, kita juga harus siap ngipas lagi pake kipas sate.

Nah jam 5 pagi tadi, Sarah sebetulnya sudah kasih kode minta dikipasin. Saya kipasin, tapi karena ngantuk tidur lagi deh. Kipasnya terlepas. Dia kayaknya kesel, kaki saya dipukul-pukul pakai tumitnya. Tapi saya tetep batu, susah banget buka mata.

Dia kayaknya gelisah banget, terus bangun, nutup pintu kamar. Saya siler-siler gitu ngedengernya. Pas baru mau pules lagi, tiba-tiba kok badan rasanya dingin banget. Saya pikir angin dari jendela. Tapi kok anginnya makin kencang. Begitu saya bangun, mau cari tahu penyebabnya, ternyata si Sarah lagi berdiri di samping tempat tidur sambil ngipasin saya dengan dua tangannya.

Ya ampunnnn Sarah, Bunda sampe malu. Akhirnya dia tiduran lagi disebelah saya sambil saya kipasin.

Ternyata oh ternyata .... gelisahnya Sarah bukan karena kipas angin rusak, tapi kayaknya dia nggak enak badan. Habis minum susu dia muntah, habis makan dia muntah juga. Sarah ternyata masuk angin.

Jadi kesimpulannya, Sarah akan masuk angin kalau tidur tanpa kipas angin. @#$%*&^$%$#@*&^%)((&^%#@?????????

Thursday, February 22, 2007

Misteri AdamAir? KM Senopati? KA Bengawan? Levina I?......

Dalam analisa saya yang serba terbatas, kecelakaan AdamAir di tahun 2007 ini tidak pernah tunggal, selalu diikuti kecelakaan transportasi lainnya. Entah AdamAir yang mengiringi atau Adamair yang diiringi.

Hilangnya AdamAir di perairan Majene, Sulawesi Barat, awal Januari 2007 lalu, misalnya. Saat itu, sehari sebelumnya KM Senopati tenggelam di perairan Mandalika, sekitar Kediri.

Persamaan kedua kecelakaan yang menewaskan ratusan penumpang itu, hingga detik ini, bangkai pesawat maupun kapal belum ditemukan.

Meski diketahui nyemplung di perairan Majene, bangkai AdamAir dan seluruh penumpangnya, belum berhasil ditemukan. Hanya ancer-ancer kotak hitamnya saja yang sudah diketahui titik ordinatnya.

Pun bangkai KM Senopati. Meski tenggelam di perairan dangkal, bangkainya hingga kini tidak tentu rimbanya.

Nah, dalam kecelakaan di penghujung Februari 2007 ini, diawali dengan hard landing yang dialami AdamAir di Bandara Juanda.

Bodi AdamAir langsung melengkung, sayapnya patah. Tidak ada korban jiwa.

Belum usai heboh berita tentang AdamAir, kami di kantor dikejutkan lagi dengan berita terbakarnya KM Levina I di Teluk Jakarta, di perairan yang jaraknya 80 km dari Pelabuhan Tanjung Priok.

Kapal terbakar pukul 04.00 WIB. Belasan orang tewas. Ratusan penumpang berhasil diselamatkan.

Persamaan kedua kecelakaan ini, bodi kapal masih utuh. AdamAir berhasil diseret ke hangar dan KM Levina I ada rencana ditarik ke pelabuhan.

Dalam daftar kecelakaan di awal Januari, selain AdamAir dan Senopati, dua kali KA Bengawan anjlok di tempat berbeda.

Apakah kecelakaan kali ini akan diikuti kecelakaan kereta lagi. Waullahualam.

AdamAir Celaka Lagi

Pesawat milik maskapai penerbangan AdamAir kembali celaka. Pesawat KI 127 Boeing 737-300 mengalami hard landing di Bandara Juanda, Rabu 21 Februari 2007.

Peristiwa itu terjadi sekitar 50 hari sejak salah satu pesawat AdamAir yang mengangkut 102 penumpang hilang di perairan Majene. Umur pesawat-pesawat AdamAir memang sudah tua, sudah uzur. Yang mengalami hard landing kemarin tercatat berumur 27 tahun.

Kalau orang, umur segitu jelas lagi produktif-produktifnya. Tapi buat pesawat, ibarat nenek-nenek yang sudah mengalami osteoporosis (pengeroposan tulang) akut. Buktinya, begitu hard landing, pesawat langsung mengkerut kayak kulit nenek-nenek, retak-retak dan melengkung di bodi dekat sayapnya. Jangan-jangan burung besi itu sudah karatan di sana-sini. Seperti nenek-nenek, nggak cuma pengeroposan tulang, mungkin juga sudah encok di mana-mana.

Tapi manajemen AdamAir memang paling ahli mengelak. Sudah jelas-jelas pesawat melengkung, mereka tetap bergeming. Padahal, nasib 148 penumpangnya benar-benar jadi taruhan.

Cerita-cerita serem soal AdamAir terus dibahas di milis-milis. Bahkan salah satu tulisan di kolom kita (koki) KCM memuat curhat seseorang soal AdamAir yang pintunya dipegangi 2 pramugaranya saat dia terbang dengan pesawat itu. 2 jam pintu pesawat dipegangi. Setelah ditanya, diakui pintu pesawat tidak bisa ditutup rapat. Hah! Padahal pesawat mengudara di ketinggian minimal 32 ribu kaki. Dan, membawa lebih dari 100 penumpang.

Belum lagi celotehan AdamAir yang mirip metromini. Pesawat ini juga terkenal dengan delaynya. Jangan tanya berapa lama, minimal 1 jam kalu delay.

Saya dua kali terbang dengan AdamAir. Waktu itu sekitar Agustus, saya sekantor ke Bali dengan pesawat AdamAir hasil kerjasama marketing AdamAir dan marketing kantor saya. Bolak-balik dengan AdamAir. Selama perjalanan nyaris 2 jam, kita hanya dapat 1 gelas air mineral, roti dan sepotong kue. Karena pengalaman pertama, sempat kaget juga. Soalnya kalau naik Garuda, penerbangan selama itu penumpang dijamin dapat makanan berat yang mengenyangkan.

Untung waktu itu kita semua selamat sampai Bali dan Jakarta, walau pulangnya kena delay 2 jam. Nggak lama kemudian, saya dapet tugas liputan ke Lumajang. Dari Jakarta, bersama rombongan Depkes, saya naik AdamAir. Untung saya sempat makan dulu di bandara, kalau nggak bisa pingsan, sudah delay lama, ternyata di pesawat hanya dapat 1 gelas air mineral.

AdamAir... AdamAir....

Wednesday, February 21, 2007

Golden Age

Sampai usia berapa masa keemasan seorang anak?

Para ahli, seperti Dr Keith Osborn dari University of Georgia, DRr Burton L White dari Preschool Project, dan Dr benjamin S Bloom dari University of Chicago sepakat bilang, sejak 0-4 tahun.

Di masa keemasan ini, otak anak berkembang sangat pesat, baik secara fisik maupun intelektualnya.

50% dari perkembangan fisik otak sudah dicapai saat anak berusia 0-2 tahun. 85 persen di usia 5 tahun. Pada usia 12 tahun, perkembangan fisik otak sudah pada tahap sempurna (100%).

Sementara, 50% dari perkembangan intelektual anak sudah dicapai di usia 4 tahun. Lonjakan perkembangan otak berakhir pada usia 10 tahun. Di usia ini perkembangan intelektual anak mencapai 80 persen. Selanjutnya otak akan berkembang sangat lamban. Dan, pada masa remaja, usia 18 tahun, kelenturan otak kita menurun.

Fase Syariat

Sementara jika dilihat dari fase syariat, seperti yang ditulis Muhammad Fauzil Adhim dalam bukunya "Mendidik Anak Menuju Taklif", disebutkan, semenjak lahir hingga usia 2 tahun (fase bayi), orangtua perlu mengembangkan kasih sayang dua arah terhadap anaknya.

Usia 2-7 tahun yang disebut fase anak-anak (thufulah), adalah masa yang tepat untuk memberikan dasar-dasar tauhid pada anak, yang mendorongnya bergerak melakukan sesuatu yang baik menurut Allah.

Usia 7-10 tahun (fase tamyiz), ini masa anak membedakan man ayang baik dan buruk melalui penalarannya. Pada masa ini anak perlu mendapatkan pendidikan pokok syariat.

Usia 10-15 tahun disebut fase amrad. Pada masa ini anak memerlukan pengembangan potensinya. Pada masa ini juga anak mencapai aqil baligh (akalnya sampai).

Usia 15-18 tahun, fase taklif. Pada usia ini anak harus tertanam rasa tanggung jawab, baik pada diri, orangtua maupun lingkungannya.

Jadi, penelitian para ahli ini membuktikan otak kita berkembang pesat pada awal masa kanak-kanak.

Di masa keemasannya ini, anak mampu menyerap seluruh informasi yang diperolehnya. Otak mereka seperti spons. Apa saja yang dilihat dan didengarnya akan terekam kuat. Jadi nggak aneh kalau kita merekam kuat peristiwa yang kita alami di masa kecil dan mampu menghafal dengan baik.

Saya masih ingat saat sakit di usia 4 tahun. Masih terbayang saya tidur di tempat tidur besi di rumah dinas ortu saya. Masih ingat saat itu saya dikecoki sirup 1 gelas dan kerang sepanci.

Saya juga masih ingat saat ibu saya melahirkan adik saya yang bungsu saat usia saya 5 tahun. Saya ingat ada taksi kuning berhenti di depan rumah. Saya masih main jual-jualan dengan teman-teman saya. Dan, saya langsung lari penasaran mau lihat muka adik saya. Ganteng!

Saya juga masih ingat sewaktu dahi saya bocor karena ditimpuk batu oleh teman saya. Ingat juga sewaktu diusir tetangga saya, gara-gara saya duduk di bak sampah rumahnya yang dibuat dari semen. Diusir gara-gara bak sampahnya dekat pohon jambu klutuk yang buahnya sangat menggiurkan. Ssssssst, saya memang suka ngambil jambu itu diam-diam.

Lalu berapa lama masa keemasan seorang pekerja? Saya belum punya referensi dari para ahli. Mungkin juga harus disesuaikan dari jenis pekerjaannya.

Buat saya yang bekerja di media massa, masa kerja lima tahun di awal adalah usia emas seorang wartawan. Sekali lagi ini pendapat pribadi saya.

Saya hanya menelaahnya dari pengalaman pribadi saja. Di tahun pertama bekerja, betul-betul tahun penuh semangat. Masa belajar, masa ingin menunjukkan 'hei gw bisa loh'.

Tahun kedua, makin semangat. Kerja makin berkualitas. Dapat pengakuan. Tahun ketiga, tawaran bajakan mulai banyak. Tahun keempat dan kelima, otak makin berisi. Setelah tahun kelima, sedikit-sedikit mulai jenuh.

Sebetulnya kalau dilihat sih, sama ya dengan perkembangan fisik otak dan intelektual anak. 0-5 Tahun. Usia ini benar-benar tahun keemasan.

Jadi buat para ortu, go..go.. go..! Cetak anak-anak unggul. Isi 5 tahun pertama usia anak kita dengan kegiatan positif.

Jangan sia-siakan golden age.

Tuesday, February 20, 2007

Laki-laki Kecil yang Malang

Saya tak pernah tahu bagaimana rasanya. Tapi pasti bocah laki-laki berumur 4 tahun itu sangat kesakitan. Atau, dia tidak pernah merasakan sakit lagi.

Saya hanya mampu melihatnya dengan pandangan miris. Mata saya berkaca-kaca. Saya ke luar ruangan itu. Saya tiba-tiba sedih sekali. Mungkin bocah itu tidak akan hidup lama lagi.

Pukul 17.00 WIB, Senin 19 Februari 2007, adik perempuan saya tiba-tiba menelepon. Dia biasanya telepon hanya kalau ada maunya aja. Begitu telepon kuangkat, tanpa ba bi bu, dia langsung nyerocos.

"Dina masuk rumah sakit. Dia di Sentra Medika, sekarang. lagi ditangani di UGD," katanya.

Sabtu 17 Februari, Syifa sempat memberitahuku kalau Dina, ponakan saya yang berumur 10 tahun, kena tipus.

"Hah Dina? Oke, ntar gw ke sana," jawab saya langsung menutup telepon.

Tiba-tiba saja badan saya lemas. Mudah-mudahan nggak parah. Saya hanya berpikir jangan sampai Dina kena DBD. Pikiran saya langsung berseliweran, langsung ingat Syifa yang sempat kritis karena virus DSS, strain DBD, menyerangnya Juni 2006 lalu.

Masih teringat wajah Syifa yang meringis dan menahan perut yang sakit, setelah muntah darah. Teringat bagaimana perawat-perawat dan dokter di UGD Pasar Rebo mengerumuninya. Mencari pembuluh darahnya yang tidak terdeteksi. Mengukur tekanan darahnya yang sudah tidak bisa terdeteksi lagi. Tuhan... saya nyaris kehilangan putri saya.

Dokter sudah angkat tangan. Hanya kehendak Allah yang memberikan mukjizat, sulungku bisa diselamatkan. Masih terngiang-ngiang selama di UGD, dia memanggil-manggil saya. Bunda... Bunda...

Senin, kemarin, saya menyaksikan lagi kejadian serupa. Selagi menjenguk Dina, ponakanku di ruang 302, RS Sentra Medika, Jalan Raya Bogor, kesibukan dan suasana panik (yang disembunyikan perawat dan dokter) terjadi di tempat tidur sebelah Dina.

Saya melihat bocah laki-laki yang sedang 'berjuang' dalam masa kritisnya. Ada 3 perawat dan seorang dokter. Entah karena panik, perawat yang bertugas memasang alat bantu pernafasan beberapa kali gagal menempelkan alat bantu itu di hidung bocah tersebut. Meleset lagi... meleset lagi.

Bocah itu juga kejang-kejang. Di dahinya ada handuk kecil basah untuk mengompres. Panas tinggi dia tampaknya. Tidak ada reaksi yang berarti dari wajahnya, kecuali kejang-kejang. Tidak ada keluhan.

Badannya kurus, tungkai kakinya panjang, langsing. Tiga orang laki-laki, entah om-nya atau kakaknya terlihat mondar-mandir. Tanpa ada rasa iba mukanya, masih bisa senyum-senyum dan bercanda-canda. Saya ingin meninjunya.

Saya tahu dokter wanita itu tidak bisa mendetensi tensi darahnya, berkali-kali dia mengukur. Diulang terus menerus. Persis kejadian Syifa dulu.

Saya nggak tega ngeliatnya, perawat-perawat itu, dari matanya saya lihat, menyiratkan tipisnya harapan. Apakah ayahnya yang datang kemudian merasakan isyarat itu? Entahlah. Ayahnya yang mengenakan topi PT Pos Indonesia, hanya bengong.

Wajahnya menerawang. Bahkan tidak sadar ketika perawat bicara dengannya. "Ya... ya..," katanya gelagapan. "Apa? Oooo," katanya.

"Tolong kompresnya sering-sering diganti Pak," kata perawat itu mengulangi lagi ucapannya.

Mata saya berkaca-kaca lagi. Saya milih ke luar ruangan. 5 menit kemudian saya masuk dan pamit dengan kakak saya. Saya ngenes ngeliat cocah kecil itu.

Tadi pagi kakak sulung saya telepon. Dina anak kakak saya yang nomor dua. Kakak sulung saya menanyakan kondisi Dina. Saya bilang panasnya sudah surut. Saya lalu cerita banyak tentang anak kecil malang itu.

Siang tadi kakak saya telepon saya lagi. Dia cerita baru telepon ke rumah sakit dan kondisi Dina stabil. "Tapi Mi, anak kecil di sebelah Dina yang lu cerita itu, tadi pagi meninggal. Ibunya baru aja pulang, hanya ada bapaknya," kata kakak saya.

"Oh...," hanya itu yang mampu terucap. Mata saya berkaca-kaca lagi. Innalillahi wainalillaihi rojiun. Ya Allah semoga dia damai di sisiMu. Amin.